Example: barber

Buku ” Filsafat Ilmu Filsafat Ilmu Lanjutan Penerbit ...

10 Buku Filsafat Ilmu Lanjutan Filsafat Ilmu Lanjutan Penerbit Kencana Prenada Media Group, ISBN : 978-602-873094-5, 254 halaman Cetakan ke 1, November 2011 DAFTAR ISI Sambutan: Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Negeri V Kata VII Daftar XII BAB 1 DOUBLE RELATIONSHIP: ANALISIS VS 1 a. 2 b. Hakikat Metode Analisis dan 3 c. Double Relationship (Relasi Ganda) Metode Analisis> < 9 d. Metode Analisis dan Sintesis dalam Pendekatan 15 e. Implikasi bagi Teori 21 f. 22 BAB 2 MASA BELAJAR YANG PANJANG: DAMPAK PERKEMBANGAN ILMU DALAM HIDUP MANUSIA (SUATU TINJAUAN Filsafat ILMU DIPANDANG DARI PERSPEKTIF 25 a.)

dan Ibnu Rushd), diteruskan dengan logika renaissans Eropa (yang berkembang dari empirisme John Locke), menjadi ilmu dan teknologi mutakhir (yang berkembang dari Wittgenstein ke pragmatisme Peirce, ke Fenomenologi Hubserl, sampai dekonstruksi

Tags:

  Lium, Filsafat, Logika, Filsafat ilmu filsafat ilmu, Ilmu dan

Information

Domain:

Source:

Link to this page:

Please notify us if you found a problem with this document:

Other abuse

Transcription of Buku ” Filsafat Ilmu Filsafat Ilmu Lanjutan Penerbit ...

1 10 Buku Filsafat Ilmu Lanjutan Filsafat Ilmu Lanjutan Penerbit Kencana Prenada Media Group, ISBN : 978-602-873094-5, 254 halaman Cetakan ke 1, November 2011 DAFTAR ISI Sambutan: Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Negeri V Kata VII Daftar XII BAB 1 DOUBLE RELATIONSHIP: ANALISIS VS 1 a. 2 b. Hakikat Metode Analisis dan 3 c. Double Relationship (Relasi Ganda) Metode Analisis> < 9 d. Metode Analisis dan Sintesis dalam Pendekatan 15 e. Implikasi bagi Teori 21 f. 22 BAB 2 MASA BELAJAR YANG PANJANG: DAMPAK PERKEMBANGAN ILMU DALAM HIDUP MANUSIA (SUATU TINJAUAN Filsafat ILMU DIPANDANG DARI PERSPEKTIF 25 a.)

2 Manusia sebagai Mahluk Individu yang 26 b. Dampak Penelitian Neuroscience terhadap 29 c. Penundaan Kepuasan Sesaat (Postponement of Gratification).. 32 d. Demokrasi kehidupan intelek dan kepemimpinan intelektual (Democracy of Intellect dan intellectual Leadership).. 33 e. Imaginasi moral dan 35 f. Mengubah takdir yang terprogram dalam 38 g. Perkembangan 41 BAB 3 PENDEKATAN TRANSDISPLIN: MENSTIMULASI SINERGI DAN INTEGRASI 47 a. 48 b. Pendekatan 50 c. 53 BAB 4 PHYTAGORAS, PENDEKATAN ISLAM DAN BARAT DALAM 55 a.

3 Phytagoras .. 56 b. Pendekatan Islam dalam 61 c. Pendekatan Barat dalam 79 BAB 5 91 a. Pengertian 92 b. Kelahiran c. Perkembangan 93 d. Asas-Asas Pemikiran 95 e. Postmodernisme, Postmodernitas, dan 96 f. Peluang 97 g. Tantangan 98 BAB 6 ILMU, Filsafat , DAN Filsafat 101 a. ilmu dan 102 b. Filsafat 109 c. Ilmu Pengetahuan dan 113 BAB 7 ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI DALAM 133 a. 134 b. Ontologi, Epstemologi dan 139 BAB 8 ilmu dan NILAI: ALIRAN DAN TOKOH-TOKOH Filsafat ILMU, APAKAH 165 a. Aliran-aliran dan tokoh-tokoh Filsafat 166 Apakah Filsafat b.

4 ilmu dan 177 c. Kajian 188 d. ilmu dan 194 BAB 9 logika DAN PENALARAN 207 a. 208 b. 211 c. logika 230 d. logika 231 e. 232 f. Kesesatan dalam 246 g. Penalaran 248 DOUBLE RELATIONSHIP: ANALISIS Vs SINTESIS I. PENDAHULUAN Topik ini pada hakikatnya memiliki keterkaitan sangat erat dengan topik-topik lain dalam bahan ajar ini. Muhajir (2007) mengatakan bahwa tradisi keilmuan dan teknologi yang berkembang sekarang adalah tradisi yang tumbuh dari sistem logika yang berkembang dari Yunani (dengan tokoh-tokoh besarnya Socrates, Plato, dan Aristoteles), dilanjutkan dengan logika renaissans Arab (yang berkembang dari Al Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rushd), diteruskan dengan logika renaissans Eropa (yang berkembang dari empirisme John Locke), menjadi ilmu dan teknologi mutakhir (yang berkembang dari Wittgenstein ke pragmatisme Peirce, ke Fenomenologi Hubserl, sampai dekonstruksi Loytard)

5 Dalam tradisi sistem logika tersebut di atas unsur utama adalah rasionalitas dan empiri. Rasionalitas menjadi unsur pertama untuk berilmu pengetahuan, dan empiri menjadi unsur keduanya. Menurut Muhadjir (2007) rasionalitas atau berperannya rasio atau akal manusia yang mampu membuat abstraksi dan konsep atas banyak empiri menjadi penting; dan selanjutnya mampu membuat analisis dengan prosedur kerja yang raional dan konsisten, dan akhirnya mampu membuat pemaknaan atas tumpah-ruahnya empiri yang dihadapi, menjadi produk ilmu. Di sisi lain, empiri merupakan pengalaman keseharian manusia; dalam bahasa paling elementer disebut fakta atau kenyataan (lihat Suriasumantri, 2006).

6 Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa rasio dan empiri merupakan dua perangkat atau unsur dasar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Untuk mendayagunakan dua perangkat atau unsur itu seorang ilmuwan menggunakan analisis dan sintesis (lihat Kallsoff (2004). Bab ini mencoba memberikan pembahasan umum tentang analisis dan sintesis dalam kaitannya dengan usaha mengembangkan ilmu pengetahuan. Untuk itu, subtopik yang disajikan meliputi (1) hakikat metode analisis dan sintesis, (2) double relationship (relasi ganda) dalam metode analisis dan sintesis, (3) metode analisis dan sintesis dalam pendekatan ilmiah, dan (4) implikasinya bagi teori ilmiah.)

7 II. HAKIKAT METODE ANALISIS DAN SINTESIS 1. Hakikat Metode Analisis Secara etimologis, kata analisis yang dalam bahasa Inggris analysis berasal dari leksem bahasa Yunani analyein (gabungan morfem ana- dan lyein) berarti melonggarkan atau memisahkan (memisahkan keseluruhan menjadi bagian-bagian). Dalam kamus Meriam-Webster (2009: CD-ROM version), kata analisis memiliki beberapa dimensi makna. Dua di antaranya yang berkaitan dengan Filsafat dimaknai dengan a method in philosophy of resolving complex expressions into simpler or more basic ones (metode dalam Filsafat yang menguraikan ungkapan yang rumit ke dalam bentuk yang lebih sederhana atau yang lebih mudah) dan clarification of an expression by an elucidation of its use in discourse (klarifikasi ungkapan dengan cara menjelaskan penggunaannya dalam wacana).

8 Selain itu, dalam konteks kebahasaan, analisis dimaknai sebagai penyederhanaan bentuk kata dengan memisahkan akar kata dari imbuhannya sebagai salah satu metode bedah bahasa. Istilah analisis menurut Kallsaff (2004) adalah perincian . Selanjutnya ditegaskan oleh Kallsaff, bahwa di dalam Filsafat analisis berarti perincian istilah-istilah atau pernyataan-pernyataan ke dalam bagian-bagiannya sedemikian rupa sehingga kita dapat melakukan pemeriksaan atas makna yang dikandungnya. Dalam perspektif lain analisis merupakan kemampuan mengidentifikasi, memisahkan, dan membedakan komponen-komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesis, atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi.

9 Dalam tingkat ini seseorang diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip, atau prosedur yang telah Kata kerja operasional yang biasa digunakan adalah: membedakan dan mendiskriminasikan, mendiagramkan, memilih, memisahkan, membagi-bagikan, mengilustrasikan, mengklasifikasikan. Analisis merupakan bentuk kegiatan logika yang menyarikan kebenaran konkret suatu proposisi, dan memusatkan perhatian mula-mula dan terutama pada forma lugasnya (yang pada dasarnya matematis), yaitu nilai kebenarannya (Palmquist, 2000).

10 Jika analisis dikategorikan sebagai metode berpikir dalam mengungkapkan pengetahuan dan kebijaksanaan, maka tentu di dalamnya terdapat serangkaian fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang digunakan untuk menguraikan ataupun menyederhanakan ungkapan atau hasil pemikiran. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya menjelaskan setiap entitas yang dikandung dalam ungkapan pemikiran dan perasaan manusia. Dalam Filsafat analitik (positivisme), analisis menurut Muhadjir (2007) berarti menguraikan segala sesuatu sampai unit sekecil mungkin. Di sisi lain, dirumuskan oleh Russel (1997) dengan pernyataan: Dalam percobaan yang dilakukan secara serius, tidaklah selayaknya kita tempuh dengan menggunakan bahasa biasa, sebab susunan bahasa biasa itu selain buruk, juga bermakna ganda.


Related search queries