Example: dental hygienist

Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial - UNAIR

Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial e-ISSN 2301-7074 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN ORANGTUA Sih Rineksa W. N. dan Achmad Chusairi, * Departemen Psikologi Kepribadian dan Sosial , Fakultas Psikologi Universitas Airlangga ABSTRAK Tingginya angka perceraian di Jawa Timur dan berbagai permasalahan yang dialami remaja dari keluarga yang bercerai menjadi latar belakang penelitian ini dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konsep diri dengan resiliensi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan responden 71 remaja (32 laki-laki, 39 perempuan) berusia 13-22 tahun yang memiliki pengalaman orangtua yang bercerai. Alat pengumpulan data berupa Skala Konsep Diri berjumlah 36 aitem, dan Reciliency Attitudes and Skill Profile (RASP).

Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Tahun 2017, Vol. 6, 1 - 11 responden mana yang memenuhi kriteria penelitian, sehingga data kuesionernya dapat dianalisis. Data dari responden yang tidak mengisikan data perceraian orangtua selanjutnya dieliminasi (tidak diteliti). Dari hasil pengumpulan data berupa kuesioner cetak dan

Tags:

  Jurnal, Kepribadian, Jurnal psikologi kepribadian, Psikologi

Information

Domain:

Source:

Link to this page:

Please notify us if you found a problem with this document:

Other abuse

Transcription of Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial - UNAIR

1 Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial e-ISSN 2301-7074 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA YANG MENGALAMI PERCERAIAN ORANGTUA Sih Rineksa W. N. dan Achmad Chusairi, * Departemen Psikologi Kepribadian dan Sosial , Fakultas Psikologi Universitas Airlangga ABSTRAK Tingginya angka perceraian di Jawa Timur dan berbagai permasalahan yang dialami remaja dari keluarga yang bercerai menjadi latar belakang penelitian ini dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konsep diri dengan resiliensi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan responden 71 remaja (32 laki-laki, 39 perempuan) berusia 13-22 tahun yang memiliki pengalaman orangtua yang bercerai. Alat pengumpulan data berupa Skala Konsep Diri berjumlah 36 aitem, dan Reciliency Attitudes and Skill Profile (RASP).

2 Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan resiliensi (r = , p = ). Dimensi harapan dan penilaian diri memiliki hubungan dengan resiliensi sedangkan pengetahuan tidak memiliki hubungandengan resiliensi. Penelitian ini juga mendeskripsikan perbedaan skor resiliensi berdasarkan variasi usia perkembangan, status pendidikan atau pekerjaan, dan rentang waktu setelah perceraian orangtua. Kata kunci: konsep-diri, perceraian orangtua, remaja, resiliensi ABSTRACT The high number of divorce in East Java and many problems experienced by the adolescents of parental divorce were the background of this research. This study aims to determine whether there are correlations between self-concept and resilience among adolescents who experienced parental divorce.

3 This quantitative research was conducted on 71 adolescents (32 boys and 39 girls) of age 13-22 years whose experience of parental divorce. The data collection instruments were Self-Concept Scale composed of 23 items, and the Resiliency Attitudes and Skill Profile (RASP). The result shows the correlation between self-concept and resilience (p = , r = ). Hope and evaluation of self have significant positive relationship with resilience while knowledge did not. This study also describe the difference of resilience scores by the variation of developmental age, academic or work status, and interval time after parental divorce. Key words: adolescent, parental divorce, resilience, self-concept *Alamat korespondensi: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Kampus B Universitas Airlangga Jalan Airlangga 4-6 Surabaya 60286.

4 Surel: Naskah ini merupakan naskah dengan akses terbuka dibawah ketentuan the Creative Common Attribution License ( ), sehingga penggunaan, distribusi, reproduksi dalam media apapun atas artikel ini tidak dibatasi, selama sumber aslinya disitir dengan baik. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami Perceraian Orangtua 2 Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Tahun 2017, Vol. 6, 1 - 11 P E N D A H U L U A N Angka perceraian di Indonesia tergolong tinggi dan terus meningkat pada tahun-tahun terakhir (Sasongko, 2014). Menurut data dari artikel Angka Perceraian di Jawa Timur Capai 100 ribu Kasus, dapat disimpulkan bahwa angka perceraian di Jawa Timur cukup tinggi dengan total pada tahun 2014 (Arifin, 2015). Sama halnya dengan perpisahan dan perceraian secara hukum, perpisahan non-legal juga memiliki dampak-dampak negative pada berbagai konteks, termasuk pada anak yang lahir dalam pernikahan tersebut (Sember, 1968).

5 Peristiwa perceraian orangtua membawa dampak sepanjang rentang kehidupan seorang anak (Amato, 1994; Fagan & Churchill, 2012; Whitton, 2008), meski demikian, dinamika psikologis pada masa-masa kritis perkembangan manusia yaitu masa remaja, tidak dapat diabaikan (Kelly & Emery, 2003; Amato, 1994). Elizabeth B. Hurlock (1980) menjelaskan masa remaja sebagai usia dimana baik laki-laki maupun perempuan memiliki masalah yang sulit diatasi, karena selama masa kanak-kanak, permasalahan yang mereka hadapi seringkali diselesaikan oleh orangtua dan guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman mengatasi permasalahan. Karatas dan Cakar (2011) juga menyebutkan bahwa masa remaja pada umumnya ditandai dengan periode depresi, kemarahan, konflik, dan keprihatinan yang intens dan direspon secara ekstrim.

6 Salah satu faktor depresi pada remaja bersumber dari keluarga. Faktor-faktor tersebut meliputi: orangtua yang menderita depresi, orangtua yang tidak terikat secara emosi, orangtua yang mengalami konflik perkawinan, dan orangtua yang mengalami masalah finansial (Santrock, 2011). Dengan kata lain, kondisi keluarga yang diwarnai konflik dan tidak bahagia menyebabkan remaja memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami depresi. Dampak perceraian orangtua bagi anak dan remaja bervariasi mulai dari yang ringan hingga berat, tidak tampak hingga tampak, dan dalam jangka waktu singkat hingga jangka panjang (Amato, 1994; Whitton, 2008; Fagan & Churchill, 2012), namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa orang berhasil melewati masa-masa sulit pasca perceraian orangtua, bangkit dari keterpurukan, bahkan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi (Kelly & Emery, 2003; Chen Werner, 2005).

7 Menurut Chen dan George (2005), yang menjadi faktor kunci dalam kemampuan adaptasi anak adalah resiliensi. Wolin dan Wolin (1993) mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan untuk bangkit dari kemalangan, beradaptasi dengan baik dalam berbagai permasalahan, menahan kesulitan, dan memperbaiki diri sehingga memiliki kepandaian dan kekuatan yang lebih. Individu yang resilien dapat melambung dan mengembangkan kompetensi social dan akademik, sekalipun dalam tekanan yang berat. Resiliensi bukanlah sifat yang dibawa individu sejak lahir melainkan hasil interaksi dari berbagai faktor yang oleh beberapa ahli digolongkan sebagai faktor protektif dan faktor risiko (Rutter, 2006; Luthar dkk., 2000; Werner, 2005). Faktor protektif adalah pengaruh yang memodifikasi, memperbaiki, atau merubah respon seseorang terhadap bahaya lingkungan atau situasi yang tidak menguntungkan (Rutter, Resilience in the Face of Adversity, 1985).

8 Faktor protektif resiliensi terdiri dari faktor protektif internal dan eksternal. Faktor internal yang ada dalam diri subjek adalah, subjek memiliki perasaan dicintai dan mampu mencintai orang lain, subjek mampu berempati, dan memiliki keyakinan dan harapan yang besar akan kehidupannya di masa yang akan datang (Swastika, 2009). Faktor protektif yang disebutkan oleh Zolkoski dan Bullock (2012) antara lain karakteristik individu yang meliputi regulasi diri dan konsep diri, kondisi keluarga, dan dukungan masyarakat. Sejalan dengan hal itu, Richmond dkk. (dalam Wagnaild & Young, 1993) menyatakan bahwa resiliensi dapat dipengaruhi kedisiplinan diri, rasa ingin tahu, harga diri, dan konsep diri. Beberapa penelitian mendukung bahwa pandangan remaja tentang diri dan identitasnya merupakan salah satu faktor yang memiliki peran dalam Hubungan Antara Konsep Diri dengan Resiliensi Pada Remaja Yang Mengalami Perceraian Orangtua 3 Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Tahun 2017, Vol.

9 6, 1 - 11 pencapaian resiliensi (Zolkoski & Bullock, 2012; Beardslee & Podorefsky, 1988; Werner, 2005). Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut (Beardslee & Podorefsky, 1988; Chen & George, Werner, 2005; Crawford, Rutter, 2006; Zolkoski & Bullock, 2012) dapat diketahui bahwa pencapaian resiliensi didukung oleh proses pembentukan konsep diri. Menurut Calhoun dan Acocella (1990), konsep diri adalah gambaran mental individu tentang dirinya sendiri, segala yang terlintas di pikiran tentang saya , yang terangkum dalam pengetahuan, pengharapan, dan penilaian tentang diri. Konsep diri terbentuk dari interaksi antara manusia dengan lingkungannya yaitu orangtua, teman sebaya, dan masyarakat sebagai sumber informasi (Calhoun & Acocella, 1990). Menurut Calhoun dan Accocella (1990), individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuannya sesuai realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk tercapai, mampu menghadapi kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup adalah sebuah penemuan.

10 Individu yang memiliki konsep diri positif cenderung adaptif karena mampu terbuka terhadap pengalaman dan realitas yang baik dan yang buruk bukan sebagai ancaman, dan kemudian ditanggapi secara fleksibel. Respon positif terhadap situasi baru, kemampuan adaptasi terhadap stres, dan pandangan positif tentang kehidupan inilah yang menjadi faktor protektif resiliensi pada lingkup internal (Garmezy, 1985; Masten, 1990). Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana pencapaian resiliensi pada remaja yang mengalami perceraian orangtua terkait dengan proses pembentukan konsep diri pada masa remaja. Argumentasi penelitian ini bahwa pembentukan konsep diri ke arah positif dapat mendukung pencapaian resiliensi, sedangkan pembentukan konsep diri yang negatif justru menghambat kemampuan resiliensi.


Related search queries