Example: air traffic controller

Sistem Peradilan DI INDONESIA - Layanan F.Hukum UNS

ISBN 978-602-422-211-6 9 786024222116 ISBN 978-602-422-212-3 9 786024222123 ISBN 978-602-422-213-0 9 786024222130DI INDONESIAD alam Teori dan PraktikSistem PeradilanSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa:Kutipan Pasal 113(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi seba gai mana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak ,-(seratus juta rupiah).

Padahal, pendekatan historis dan filsafat selalu menginginkan hukum berkaitan dengan keadilan. Dalam kata lain, pengadilan sebagai pelaksa-na hukum adalah suatu lembaga yang akan memberikan keadilan bagi mereka yang mencari keadilan, tidak peduli siapa pun dan bagaimana-pun latar belakangnya. Namun dalam kenyataannya, hukum sejak semula

Tags:

  Hukum, Filsafat

Information

Domain:

Source:

Link to this page:

Please notify us if you found a problem with this document:

Other abuse

Transcription of Sistem Peradilan DI INDONESIA - Layanan F.Hukum UNS

1 ISBN 978-602-422-211-6 9 786024222116 ISBN 978-602-422-212-3 9 786024222123 ISBN 978-602-422-213-0 9 786024222130DI INDONESIAD alam Teori dan PraktikSistem PeradilanSanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa:Kutipan Pasal 113(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi seba gai mana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak ,-(seratus juta rupiah).

2 (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud da lam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak ,-(lima ratus juta rupiah).(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak ,-(satu miliar rupiah).

3 (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dila ku kan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak ,-(empat miliar rupiah).Prof. Dr. Adi Sulistiyono, , Isharyanto, , INDONESIAD alam Teori dan PraktikSistem PeradilanSISTEM Peradilan DI INDONESIA DALAM TEORI DAN PRAKTIKE disi PertamaCopyright 2018 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)ISBN 978-602-422-211-615 x 23 cmxii, 426 ke-1, Februari 2018 Kencana.

4 Dr. Adi Sulistiyono, , Isharyanto, , SampulIrfan FahmiPenata LetakSuwitoPenerbitPRENADAMEDIA GROUP (Divisi Kencana) Jl. Kebayunan No. 1 Tapos Cimanggis, Depok 16457 Telp: (021) 290-63243 Faks: (021) 475-4134e-mail: mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun,termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari PENGANTARP erubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo-nesia Tahun 1945 (UUD 1945) menegaskan sifat dan karakter ke-kuasaan kehakiman dengan menyatakan Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan pera-dilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

5 Norma konstitusional ini membawa pesan mengenai independensi Peradilan yang dapat dimaknai sebagai segenap keadaan atau kondisi yang menopang sikap batin peng-adil (hakim) yang merdeka dan leluasa dalam mengeksplorasi serta ke-mudian mengejawantahkan nuraninya tentang keadilan dalam sebuah proses mengadili ( Peradilan ). Problematika tentang keterbelengguan in-dependensi inilah yang selama ini digadang-gadang menjadi pemicu ke-gaduhan dalam Sistem penegakan hukum kita, yang pada akhirnya kerap mencederai dan bahkan mengoyak rasa keadilan kehakiman yang merdeka diperlukan untuk menjamin impartiality dan fairness dalam memutus perkara, termasuk perkara-perkara yang langsung atau tidak langsung melibatkan kepentingan ca-bang-cabang kekuasaan yang lain.

6 Ketidakberpihakan (impartiality) dan keterputusan relasi dengan para aktor politik (political insularity). Im-parsialitas terlihat pada gagasan bahwa para hakim akan mendasarkan putusannya pada hukum dan fakta-fakta di persidangan, bukan atas da-sar keterkaitan dengan salah satu pihak beperkara. Imparsialitas proses Peradilan hanya dapat dilakukan jika hakim dapat melepaskan diri dari konflik kepentingan atau faktor semangat pertemanan (collegial) dengan pihak yang beperkara karenanya hakim harus mengundurkan diri dari proses persidangan jika ia melihat ada potensi imparsialitas.

7 Sementara Sistem Peradilan DI INDONESIA DALAM TEORI DAN PRAKTIK viitu, pemutusan relasi dengan dunia politik penting bagi seorang hakim agar ia tidak menjadi alat untuk merealisasikan tujuan-tujuan ketidakberpihakan tersebut berjalin kelindan dengan tun-tutan akuntabilitas. Aturan konflik kepentingan, mekanisme pencegahan suap, dan pengawasan hakim merupakan contoh mekanisme akuntabi-litas yang bertujuan memastikan hakim bertindak independen, imparsi-al, dan profesional dalam proses ajudikasi. Dengan begitu, mekanisme akuntabilitas tak bisa dilihat sebagai ancaman terhadap independensi, melainkan lebih menumbuhkan kepercayaan publik terhadap hakim dan Peradilan .

8 Dalam segi kultural esensi akuntabilitas terletak pada pengem-bangan komitmen dan moralitas individu, etos kerja, dan etika organisasi yang kondusif bagi pengabdian lembaga kekuasaan kehakiman kepada masyarakat. Akuntabilitas kekuasaan kehakiman kepada publik sangat ditentukan oleh tekanan-tekanan eksternal yang memaksa dan mengon-disikan hakim untuk mengabdi kepada kepentingan publik. Pendekatan ini tidak menjadikan komitmen individu dan nilai-nilai normatif dan dogmatik sebagai basis bagi akuntabilitas kepada publik, sekalipun tidak menolak pentingnya hal titik akuntabilitas inilah pengawasan terhadap Peradilan mene-mukan relevansi utama.

9 Pengawasan diorientasikan untuk memastikan bahwa semua hakim memiliki sikap berintegritas tinggi, jujur, imparsial, dan profesional dalam menjalankan kewenangannya maupun dalam ke-sehariannya yang akan memengaruhi tugas yudisialnya. Pengawasan da-pat mencegah potensi pelanggaran atau pengabaian independensi oleh pribadi hakim sendiri, pimpinan pengadilan, dari pihak-pihak yang be-perkara, tekanan kekuatan lainnya, atau dari masyarakat tertentu. Peng-awasan dibutuhkan untuk menjaga akuntabilitas hakim agar selalu dapat mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya hanya berdasarkan ke-benaran.

10 Adanya Sistem pengawasan yang baik yang memuat perinci atas hal-hal penting yang perlu diawasi untuk menjaga martabat dan kehor-matan kekuasaan kehakiman, adanya kode etik dan, perilaku yang appli-cable, tersedianya tata cara dan mekanisme pengawasan yang utuh dan solid, tersedianya orang-orang yang memiliki profesionalitas dan integri-tas dalam melakukan kunci independensi, akuntabilitas, dan pengawasan di atas menjadi penanda penting eksistensi Sistem Peradilan terutama dalam fungsi untuk menyelesaikan sengketa.


Related search queries